Jumat, 20 Juli 2018

BLOK MURUTI



BLOK MURUTI

 Sejak tahun 1997, ketika perusahaan Amerika ARCO mengumumkan ditemukannya cadangan gas yang besar di Teluk Bintuni, kecepatan eksploitasi sumber daya alam di Papua telah meningkat tajam. Meskipun ada krisis keuangan Asia, jatuhnya Soeharto dan meningkatnya masalah politik di Papua, semakin banyak perusahaan Indonesia dan asing yang mencari keuntungan dari sumber daya ini. Selain mineral, minyak dan gas, hutan Papua merupakan target utama ekploitasi.
Proyek LNG Tangguh BP, yang terletak di distrik Teluk Bintuni dalam provinsi Papua Barat. Lokasi utama proyek itu terletak di pesisir selatan Teluk Berau, sebelah selatan semenanjung 'Kepala Burung' Papua Barat. Batas-batas distrik itu ditentukan pada tahun 2006 dan terdiri dari 11 kecamatan dan 97 desa. Luas daerah itu meliputi 18.658,00 km2, dengan penduduk sebanyak 48.079 orang.
Kondisi geologi di Teluk itu cukup kaya akan mineral, minyak dan gas. Menurut BP, konsesi Tangguh memiliki hak atas 14,4 triliun kaki kubik cadangan gas yang telah terbukti, dengan cadangan yang mungkin ada sebesar 24-25 triliun kaki kubik.
Proyek Tangguh LNG memiliki tiga blok konsensi: Wiriagar, yang masa kontraknya berlaku hinggal 2023, dan Berau serta Muturi, yang masa kontraknya berlaku masing-masing hingga 2017 dan 2022. Untuk memproses gas, BP Tangguh telah membangun pabrik LNG di atas lokasi seluas 3.500 hektare di Distrik Babo. Investasi modal seluruhnya untuk proyek ini, yang diharapkan akan berjalan selama paling tidak 20 tahun adalah sebesar sekitar US$5 miliar
Tangguh LNG merupakan suatu pengembangan unitisasi dari enam lapangan gas terunitisasi yang terletak di wilayah Kontrak Kerja Sama (KKS) Wiriagar, Berau dan Muturi di Teluk Bintuni, Papua Barat.  Cadangan gas ditemukan pada pertengahan tahun 1990-an oleh Atlantic Richfield Co. (ARCO). Tangguh LNG dioperasikan oleh BP Berau Ltd. (100% milik BP). Anak perusahaan lain milik BP lainnya dalam pengembangan Tangguh LNG ini adalah BP Muturi Holdings B.V., BP Wiriagar Ltd. dan Wiriagar Overseas Ltd. – sehingga membuat BP memiliki 40.22% kepesertaan di Tangguh LNG.
Mitra-mitra kerja lainnya:
• MI Berau B.V. (16.30%)
• CNOOC Muturi Ltd. (13.90%)
• Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd. (12.23%)
• KG Berau Petroleum Ltd (8.56%)
• KG Wiriagar Overseas Ltd. (1.44%)
• Indonesia Natural Gas Resources Muturi Inc. (7.35%)
Tangguh mulai berproduksi pada tahun 2009, hanya empat tahun setelah memperoleh persetujuan dari Pemerintah. Kini Tangguh beroperasi sesuai kapasitas terpasangnya, dan pekerjaan sedang berlangsung untuk mengembangkan Tangguh dengan penambahan satu kilang LNG baru (Train 3)
Proyek ini meliputi kegiatan pengeboran gas dari enam lapangan untuk menarik cadangan gas sekitar 14,4 triliun kaki kubik melalui dua anjungan lepas pantai yang terletak di Teluk Bintuni . Dari dua anjungan tersebut, gas akan mengalir melalui pipa bawah laut menuju fasilitas proses LNG di pantai selatan teluk. Dari sana, LNG akan dibawa ke pasar energi menggunakan tanker LNG.
Proyek LNG Tangguh ini terletak di Teluk Bintuni yang berada di daerah kepala burung Pulau Papua pada koordinat 2°26′30″LS, 133°08′10″BT.


Gambar 1. Peta Lokasi Blok Muturi 

Geologi Papua
Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif. Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik-Caroline bergerak ke barat-baratdaya dengan kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua Indo-Australia bergerak ke utara dengan kecepatan 10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi kerak Benua Indo-Australia.
Daerah Kepala Burung mengalami kompresi ke selatan sejak Oligosen sampai Resen. Kompresi ini merupakan hasil interaksi konvergen miring (oblique) antara Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline (Dow dan Sukamto, 1984). Elemen-elemen struktur utama adalah Sesar Sorong, Blok Kemum – Plateu Ayamaru di utara, Sesar Ransiki, Jalur Lipatan-Anjakan Lengguru dan Cekungan Bintuni dan Salawati di timur dan Sesar Tarera-Aiduna, Antiklin Misool-Onin-Kumawa dan Cekungan Berau di selatan dan baratdaya. Cekungan-cekungan Bintuni, Berau dan Salawati diketahui sebagai cekungancekungan Tersier.
Blok Kemum adalah bagian dari tinggian batuan dasar, dibatasi oleh Sesar Sorong di utara dan Sesar Ransiki di timur. Dicirikan oleh batuan metamorf, pada beberapa tempat diintrusi oleh granit Permo-Trias. Batas selatannya dicirikan oleh kehadiran sedimen klastik tidak termetamorfosakan berumur Paleozoikum-Mesozoikum dan batugamping-batugamping Tersier (Pigram dan Sukanta, 1981; Pieters dkk., 1983). Blok Kemum terangkat pada masa Kenozoikum Akhir dan merupakan daerah sumber sedimentasi utama pengisian sedimen klastik di utara Cekungan Bintuni.
Cekungan Bintuni merupakan cekungan Tersier di selatan Blok Kemum, di bagian timurnya dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru. Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan Salawati oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak.



Gambar 2. Cekungan Pada Kepala Burung Papua

Cekungan Bintuni
 Cekungan Bintuni adalah cekungan foreland yang terletak di Kepala Burung Papua. Posisinya yang berada di sekitar tumbukan Lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik menyebabkan cekungan tersebut mengalami sejarah tektonika dan pengendapan yang kompleks. Pada dekade terakhir ini, sedimen Pratersier cekungan tersebut telah menjadi objek yang menarik untuk eksplorasi hidrokar­bon, yaitu sejak ditemukannya beberapa lapangan gas raksasa di Kompleks Tangguh selama tahun 1990an. Karena hal tersebut, biostratigrafi Pratersier cekungan ini perlu dianalisis secara teliti untuk kemudian dibuat bagan zonasi yang lebih aplikatif dan akurat sehingga kegiatan eksplorasi pada play berumur Pratersier dapat dilakukan secara lebih baik. Merujuk skala waktu geologi, Kapur Akhir (99,6 - 65,5 jtl.) meliputi tahapan umur antara Cenomanian sampai Maastrichtian, sedangkan berdasarkan zonasi nanoplankton berkisar antara zona CC9 sampai CC26.
Gambar 3. Lokasi Cekungan di Papua
Sebagai cekungan yang berada di sekitar tumbukan antara tiga lempeng, yaitu Lem­peng Eurasia, Lempeng Hindia Australia, dan Lempeng Pasifik, Cekungan Bintuni memiliki sejarah tektonik yang sangat kom­pleks. Menurut Lemigas (2009), episode tektonik dan struktur geologi yang berkem­bang tidak dapat dipisahkan dari empat tektonik skala besar yang terjadi di kawasan Timur Indonesia dan Australia, yaitu:
1          Rifting pada Awal Jura di sepanjang batas utara Lempeng Australia (Pulau Papua New Guinea).
2          Rifting Awal Jura di sepanjang barat laut Paparan Autralia termasuk Palung Aru (NW shelf rift).
3          Kolosi Neogen antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia, serta subduksi pada Palung New Guinea yang meng­hasilkan jalur perlipatan Papua dan Lengguru.
4          Kolosi Neogen antara Jalur Banda dengan Lempeng Australia yang membentuk Jalur Kepulauan Kumawa-Onin-Misool.

Semua episode tektonik tersebut berim­plikasi pada kompleksitas tataan struktur di Papua bagian barat terutama di daerah Lengguru dan Babo pada bagian Leher Kepala Burung.

Stratigrafi
¡  Stratigrafi Pulau Papua meliputi sikuen batuan-batuan Pra-Kambrium hingga endapan Kuarter yang masing-masing tersingkap dari bagian Kepala hingga Badan Burung.
¡  Evolusi tektonik yang berlangsung selama Mesozoikum Akhir hingga Kini menyebabkan struktur geologi yang beragam pada Pulau Papua & beberapa fase magmatisme di sepanjang Pegunungan Tengah Pulau Papua.


Petroleum System Bintuni Basin
Terdapat lima bagian penting dari suatu  petroleum system pada suatu cekungan yang dipengaruhi dengan kondisi geologi regional antara lain :
1. Batuan Induk (Source Rock)
Terdapat dua batuan induk pada cekungan bintuni berupa black shale dan coal seams pada formasi Ainim (Upper Permian) dan red shale pada formasi Tipuma (Lower Jurassic)
2. Batuan Reservoar (Reservoir Rock)
Batuan reservoar yang terdapat pada cekungan Bintuni berupa batupasir pada formasi Lower Kembelangan (Upper Jurassic) dan batugamping pada formasi Kais dan Klasafet (Middle Miocene)
3. Migrasi
Terjadi migrasi hidrokarbon berupa migrasi primer dari source rock ke carrier bed dan migrasi sekunder dari carrier bed ke reservoir dan trap. Migrasi bergerak secara lateral melalui lapisan permeable batupasir dan pergerakan vertical migrasi dipengaruhi oleh adanya patahan atau rekahan.
4. Perangkap (Trap)
Perangkap yang terdapat pada cekungan Bintuni berupa perangkap struktur berupa antiklin NW-SE dan strike slip faults, sesar yang berarah E-W
5. Batuan Penudung (Seal)
Batuan penudung pada petroleum sistem cekungan Bintuni berupa lapisan impermeable yaitu batulempung pada formasi Klasafet dan Lower Kambelangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar